Senin, 09 Mei 2011

Lembaga Keuangan Perantara (Bank)



Lembaga keuangan perantara dapat diibaratkan sebagai fund manager atau financial advisor dari sekumpulan investor. Tanpa fund manager, investor yang bermaksud mengoptimalkan tabungannya harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan informasi dari perusahaan yang hendak meminjam serta melakukan pengawasan terhadap pinjaman yang diberikan. Dengan adanya lembaga perantara keuangan, duplikasi yang harus dilakukan setiap investor dapat dihindari. Biaya untuk mendapatkan dan memproses informasi dari perusahaan/pengelola yang bermaksud memanfaatkan dana yang terkumpul dari investor/penabung dapat dikurangi, sehingga kemampuan alokasi dan kontrol terhadap perusahaan meningkat (Boyd and Prescott, 1986).

Perbankan dapat melakukan mobilisasi tabungan dengan cara ekonomisasi biaya transaksi dan dapat mengatasi asimetri informasi yang menyebabkan investor atau penabung merasa aman untuk melepaskan kontrol terhadap tabungannya (Sirri and Tufano, 1995). Dengan efektivitas melakukan mobilisasi tabungan yang memudahkan akumulasi dana, lembaga keuangan perantara mampu meningkatkan alokasi sumber daya dengan menerapkan prinsip skala ekonomi.

Melalui lembaga keuangan perantara, pengumpulan serta pembagian risiko dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Awalnya, teori keuangan berkiblat kepada pembagian risiko secara cross-sectional (satu perode waktu tertentu) di mana umumnya individu memiliki asset yang beragam dengan jumlah masing-masing relatif kecil. Apabila untuk setiap pembelian terdapat biaya tetap, lembaga keuangan perantara seharusnya dapat memperkecil biaya penyimpanan dari portofolio asset yang standar. Lebih jauh, lembaga keuangan perantara mampu memfasilitasi pembagian risiko dengan mengeliminasi faktor waktu (intertemporal smoothing of risk) (Allen & Gale, 1999).

Lembaga keuangan perantara juga mempunyai kemampuan mengurangi risiko likuiditas (Diamond & Dybvig, 1983). Kemampuan ini menjembatani kebutuhan pengusaha mendapatkan dana yang bersifat jangka panjang dan kecenderungan investor (penyimpan) melakukan investasi jangka pendek. Karena waktu dan kuantitas penyimpanan bersifat random, bank mempunyai kemampuan melakukan transformasi tabungan ke asset yang bersifat jangka panjang sedangkan kebutuhan likuiditas penyimpan tetap terjamin. Dengan kemampuan menyediakan dana untuk jangka panjang, maka investasi yang lebih menguntungkan (pada dasarnya investasi jangka panjang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dari investasi jangka pendek) lebih dimungkinkan terjadi. Lembaga keuangan perantara yang melakukan fungsinya dengan baik akan meningkatkan alokasi sumber daya yang mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Di samping fungsi lembaga bank seperti yang dipaparkan di atas, Levine (2000) memperlihatkan kelemahan lembaga keuangan perantara. Pertama, karena penguasaannya atas informasi, terbuka kemungkinan bank menimpakan rente yang tinggi terhadap informasi daripada investasi yang mempunyai peluang baik. Akibatnya, imbal hasil yang diperoleh prusahaan peminjam menurun, sehingga berpotensi menurunkan usaha perusahaan mencari kegiatan inovatif. Kedua, bank cenderung bias dan berlebihan terhadap pengertian keberhati-hatian (prudence). Selanjutnya hubungan yang terlalu erat antara bank dan perusahaan mengurangi iklim persaingan alokasi sumber daya sehingga menurunkan kemampuan bank dalam peningkatan efisiensi dari tata kelola perusahaan ( Mork & Nakamura, 1999).

0 komentar:

Posting Komentar